ARTIKEL: ARSITEKTUR YANG KEHILANGAN HUBUNGAN

asrama mahasiswa
akademisi dan profesi arsitektur harus berhubungan erat


Arsitektur adalah seperti sebuah keluarga, dimana keluarga yang baik terdiri dari ayah dan ibu, kemudian ada anak. Bagaimana arsitektur dapat menjadi seperti sebuah keluarga karena arsitektur merupakan sebuah gabungan antara teori dan praktek yang menghasilkan sebuah karya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa profesi arsitek dalam membuat arsitektur telah menjadikan profesi itu sombong. Maksudnya seakan-akan kita harus menempuh jalur akademis yang berhubungan dengan arsitektur baru boleh membuat arsitektur dan menjadi arsitek. Disinilah letak kesombongan profesi. Apakah tidak diakui apabila si pembuat sebuah karya arsitektur itu tidak mempunyai sertifikasi arsitek?

Hal inilah yang dilupakan oleh William Tozer dalam artikel bebasnya berjudul A theory of making: methodology and process in architectural practice (dalam arq . vol 12 . no 2 . 2008). Dia meneliti dan bercerita tentang bagaimana sebuah praktek arsitektur yang normatif dan alternatif. (hal 135). Dimana kesemuanya merupakan hasil dari keberbedaan dari akademisi dan praktisi. Para akademisi berpendapat bahwa sebuah praktek arsitektural adalah sesuai teori akademisi, sedangkan para profesional arsitektural selalu memakai cara yang berbeda.

Bagaimanapun demikian, Tozer manganggap bahwa keberbedaan ini merupakan hal yang harus tetap dipertahankan.
this should not be understood as an attempt to diminish the importance of the separation between professional and academic realms.It is acknowledged that this separation provides a useful distance in every discipline, allowing academia time for reflection and experimentation free from the constraints and limitations of the profession. (hal 136).

Dia pun menyetujui artikel berjudul The Reflective Practitioner, karya Donald Schön yang menjelaskan bahwa jarak antara akademisi dan praktisi arsitektural sudah sangat jauh dan tidak dapat disatukan karena memang kesemuanya sudah menganggap tidak dapat tersatukan. Conversely, Schön explains that it is ‘as though the practitioner says to his academic colleague, “While I do not accept your view of knowledge, I cannot describe my own”’. He concludes that such ‘attitudes have contributed to a widening rift between the universities and the profession, research and practice, thought and action’. (hal 136).

Oke, memang mereka berdua (akademisi dan praktisi) berbeda. Seperti otak dan hati. Mereka berada dalam satu tubuh (yaitu arsitektur) tetapi saling bertentangan. Saya, sebagai praktisi arsitektur pun merasakana hal yang sama, bagaimana teori di kuliah hanya sedikit yang teraplikasikan di dunia praktek. Banyak faktor yang menyebabkan ini. Disebutkan bahwa beberapa poin penting menjadikan pemahaman tentang profesi arsitektural diantara kedua kubu ini berbeda.

Academia focuses the vast majority of its intellectual attention on design, and gives only ‘professional’ consideration to the other subject areas required for practice. Architects’ relationships with their clients, other professionals, contractors – and with one another – are generally understood in academia as creatively neutral, and unrelated to architectural design. These facets of practice are viewed as practical rather than intellectual, and an investigation of their role in the design process is dismissed in favour of the introduction of material from outside the discipline of architecture that is more recognisably intellectual. (hal: 137)

Jarak antara akademisi dan praktisi ini di kemukakan oleh Tozer dimulai pada masa modernisme. Dimana terdapat perbedaan jelas antara para penganut fungsionalisme dan seniisme. Satu menganggap arsitektur adalah fungsi dan hanya fungsi dan yang lain menganggap arsitektur tidak terlepas dari seni, bahkan ia seni itu sendiri. Perdebatan ini oleh Tozer masih belum dapat diselesaikan meskipun ia sudah memberikan contoh seorang arsitek bernama Adolf Loos dan memberikan cerita tentang pengalamannya sendiri.

Adolf Loos, seorang dengan kehidupan yang sangat dinamis, memberikan kritik menohok yang menurut beberapa orang merupakan salah satu tonggak modernisme pada tahun 1908. ia menganggap ornamentasi dalam bangunan itu adalah kejahatan yang dilakukan arsitek, karena ornamentasi pada bangunan tidak ada gunanya (melihat kondisi art Nuevou). Tetapi, anehnya beberapa pekerjaan beliau malah menggunakan ornamentasi jenis baru, yang sepertinya tidak ia sadari hal ini.



gambar 1: salah satu karya Adolf Loos di Austria yang lupa dibahas oleh Tozer, memperlihatkan ornamentasi klasikal modern seperti kolom, dan langit-langitnya.

Melihat karya dan pemikiran Adolf Loos, Tozer menyimpulkan bahwa Loos merupakan arsitek yang menggabungkan seni dan fungsionalisme (hal 139). Tetapi apakah ia juga menggabungkan akademisi dan praktisi secara benar?

Kembali ke pertanyaan awal, Apakah tidak diakui apabila si pembuat sebuah karya arsitektur itu tidak mempunyai sertifikasi arsitek? Pengakuan sebuah karya atau arsitektur memang tidak hanya melalui bahwa si pembuat adalah lulusan arsitek, tetapi bagaimana pengamat penikmat arsitektur itu merasakan arsitektur. Kita ambil contoh Tadao Ando, pemenang Pritzker Prize yang bukan lulusan sarjana arsitek, mempunyai karya arsitektur yang diakui merupakan masterpiece arsitektur dunia. Bagaimana menjelaskan ini dalam kaca mata akademisi praktisi? Apakah guna akademisi arsitektur dalam hal ini?

Tozer berusaha mengambil cara penjelasan tentang bagaimana berpraktisi secara netral, atas dasar seni ataupun atas dasar fungsionalisme. Dan mengarahkan karyanya menuju openended design. Sebuah penyelesaian arsitektural yang menyerahkan pemahaman, perkembangan dan efek arsitektural pada pengguna nantinya, bukan pada arsiteknya. Artikel ini diakhiri dengan penyelesaian praktisi.

Pertanyaan yang masih belum terjawab, yang sebenarnya cukup dimaklumi karena artikel ini merupakan artikel singkat, bukan pula sebuah karya akademik, adalah bagaimana membina hubungan antara akademisi dan praktisi itu? Bagaimana pemahaman akademisi dapat dibawa pada dunia praktisi dan begitu pula sebaliknya, sehingga tidak keluar pernyataan “While I do not accept your view of knowledge, I cannot describe my own”


ARSITEKTUR YANG KEHILANGAN HUBUNGAN
Sebuah secuil pemehaman kritis dari artikel A theory of making: methodology and process in architectural practice karya William Tozer
A. Farid Nazaruddin ST./nim. 0920605002 PPSUB MALANG

Comments